Masihkan LSM Menjadi Pelopor Perubahan??? Kajian TREND Perkembangan Kelembagaan Oleh Dewan Pakar LSM Trinusa, Amrul Mustopa.

DPN. (08/01/23)

SALAM TRINUSA

LSM Trinusa kepanjangan dari Lembaga Swadaya Masyarakat Triga Nusantara Indonesia, yang didirikan oleh Rahmat Gunasin / H Boksu merupakan organisasi berbasiskan keanggotaan yang memiliki kesamaan visi dan misi untuk berkegiatan membangun ke-swadaya-an di masyarakat berdasarkan Anggaran Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (AD/PRT).

LSM Trinusa didirikan sebagai organisasi profesional, dimana penjelasan atas organisasi profesional tersebut adalah organisasi non pemerintah (ornop) yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti ornop pendidikan, ornop bantuan hukum, ornop jurnalisme, ornop kesehatan, ornop pengembangan ekonomi dll.

What is a Non-Governmental Organization? City University, London

Berdasarkan definisi diatas maka saat ini perlu rasanya untuk dicermati bersama oleh kita semua selaku anggota LSM Trinusa bahwasannya perkembangannya LSM saat ini tidak lagi terlalu signifikan menjadi pelopor utama perubahan. Kenapa???

Karena saat ini telah banyak terjadi perubahan paradigma di masyarakat yang mengubah model dan metode kerja masyarakat, termasuk kerja yang dilakukan LSM. Perubahan sosial yang dilakukan LSM selama ini melalui pemberdayaan masyarakat dan advokasi mulai banyak digeser oleh start-up dan penggunaan teknologi media sosial atau individu yang sebelumnya tidak dikenal sama sekali dalam dunia aktivis pergerakan. Sebagai contoh, kerja LSM yang selama ini banyak berperan sebagai “penolong masyarakat” telah tergantikan oleh penggunaan platform online system yang bekerja seperti start-up. Cara kerja platform ini lebih cepat, tepat sasaran, dan dipercaya oleh masyarakat.

Tantangan kerja LSM saat ini semakin berat terlebih jika sistem kerjanya tidak dimutakhirkan sesuai dengan perkembangan jaman. Dulu, bila ada masalah pelayanan publik, LSM akan bergerak bersama masyarakat melakukan advokasi ke pemerintah. Sebelum advokasi, LSM melakukan verifikasi ke lapangan, lalu berdiskusi dengan jaringan kerjanya, kemudian menjalankan dengar pendapat umum ke parlemen. Selanjutnya, parlemenlah yang akan berteriak ke eksekutif untuk mengalokasikan anggaran bagi masyarakat. Prosesnya panjang dan memakan waktu lama.

Sekarang caranya lebih mudah. Cukup dengan mencuit di Twitter ke salah seorang pejabat, maka pejabat tersebut akan merespons dengan segera dan mengupayakan untuk segera merealisasi pengaduan tersebut. Bahkan, di beberapa wilayah di Indonesia, urusan pelayanan publik semacam itu biasanya dibicarakan dan diselesaikan dalam grup WhatsApp Grup (WAG) yang didalamnya terdiri atas kelompok masyarakat, pebisnis, dan pejabat pemerintah. Maka tak mengherankan jika saat ini jarang sekali ada demonstrasi yang terkait dengan pelayanan publik.

Dari sisi aktor, dulu seorang aktivis LSM harus ditempa dalam “kawah candradimuka” melalui keterlibatan puluhan tahun dalam kelompok diskusi dan pengorganisasian masyarakat. Sekarang, pengaruh mereka telah digantikan oleh para selebgram, dan dengan akun media sosialnya, selebgram dapat mengkampanyekan suatu masalah yang kemudian menular dan mendapat perhatian dari masyarakat luas, termasuk pemerintah.

Oleh karena itu maka model dan metode kerja LSM Trinusa harus berubah jika tidak ingin diremehkan oleh perkembangan. Dalam hal ini, LSM Trinusa perlu menyelesaikan persoalan internalnya.

Pertama, soal posisi terhadap negara dan sektor bisnis. Sekarang ini, seiring dengan terjadinya peleburan para aktor, LSM Trinusa juga perlu melakukan penyesuaian. Sudah saatnya seluruh Jajaran LSM Trinusa dan jaringannya tidak lagi terlalu mendikotomikan berada di luar atau di dalam pemerintahan, melainkan perlu melakukan kolaborasi, baik dengan yang berada di luar maupun di dalam pemerintahan, pada dasarnya keduanya dibutuhkan. Dan kita juga perlu membangun kolaborasi dengan kelompok bisnis (yang tidak masuk dalam daftar hitam) untuk bersama-sama menjadi bagian dari pemecah masalah di masyarakat.

Kedua, sumber daya manusia yang ada di dalam LSM Trinusa harus membenahi diri dengan sumber daya manusia yang mampu memenuhi tantangan jaman. Kompetensi dalam memberdayakan masyarakat melalui terjun langsung ke tengah masyarakat harus diimbangi oleh kompetensi dalam penggunaan teknologi berbasis aplikasi dan media sosial. Bukan zamannya lagi kerja-kerja LSM hanya berkubang dengan masyarakat. Kerja LSM harus diketahui oleh publik yang lebih luas sehingga lebih mempunyai pengaruh dalam perubahan sosial.

Ketiga, perubahan dalam “model bisnis”. LSM Trinusa tidak perlu mengandalkan pendanaan dari donor baik dalam maupun luar negeri , anggaran pemerintah, perusahaan, atau individu dermawan untuk menjalankan roda organisasi. Sebagaimana kita ketahui, kini sumber-sumber dana tersebut telah berkurang. Untuk itulah perlu ada inisiatif untuk melakukan transformasi menjadi wirausaha sosial sehingga sumber pendanaan bisa didapatkan dari kerja sama dengan komunitas. Dengan begitu, sifat keswadayaan LSM Trinusa dapat terjaga.

Jika ingin tetap mempertahankan dirinya, LSM Trinusa harus peka terhadap perubahan. LSM Trinusa harus terbuka dengan gagasan-gagasan baru dan aktor-aktor baru yang berbeda dengan aktivisme zaman dulu. Mungkin ini berat bagi aktivis generasi lama, tapi zaman menuntutnya demikian.

SALAM NUSANTARA

Amrul Mustopa

Didaulat Oleh Ketua Umum LSM Trinusa Sejak 04 Agustus 2022

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *