Kajian  

Pentingnya Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Dalam pendidikan

trinusa.org – Kabupaten Bekasi 01/06/2024 | Pentingnya Pencegahan Dan Pemberantasan Korupsi Dalam pendidikan. Belakangan ini, memasuki tahun ajaran baru atau penerimaan siswa baru, sekolah mulai beramai-ramai bersolek dan unjuk gigi. Kebanyakan yang terjadi, sekolah, sebut saja sekolah A, mulai memasang standar tes atau standar kelulusan (masuk) yang tidak tanggung-tanggung tingginya sehingga hanya sekelumit siswa-siswa cerdas yang mampu masuk di sekolah tersebut.

Singkatnya, hanya orang cerdas yang dapat melanjutkan pendidikan di sekolah A. Artinya, siswa yang di bawah rata-rata, alias kurang pintar, alias bodoh, alias goblok, tidak dapat masuk di sekolah A.

Sejauh pengamatan penulis, ada beberapa siswa yang terpaksa tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi hanya karena nilainya tidak mencapai standar tes yang telah ditentukan.

Nampaknya keangkuhan sekolah untuk memasang standar kelulusan yang meroket secara tidak langsung telah mengurangi kesempatan siswa untuk melanjutkan dan mengenyam pendidikan.

Padahal seharusnya, kelulusan siswa dari suatu jenjang pendidikan sudah seharusnya dinyatakan layak untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi tanpa harus mengikuti tes seleksi penerimaan. Semisal siswa yang lulus SMP berarti berhak mendapatkan pendidikan di bangku SMA.

Lucunya saat ini, untuk masuk ke jenjang SMA pun, sekolah masih mewajibkan siswa untuk melewati tes seleksi penerimaan yang tak kalah hebohnya dengan ujian nasional.

Tentu saja, sebagaimana yang telah saya paparkan di atas, sekolah memasang standar kelulusan yang meroket.

Begitulah adanya, nampaknya sekolah hanya menerima siswa-siswa di atas rata-rata sementara siswa jongkok kian termarginalkan. Jikalau memang seperti ini, ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia.

Selain mengurangi kesempatan siswa untuk melanjutkan pendidikan, budaya sekolah yang memasang standar tinggi akan berdampak pada ketidakmerataan kualitas pendidikan.

Dalam suatu daerah misalnya, di satu sisi ada sekolah yang berkualitas dengan indikator siswa yang cerdas, sementara di sisi lain juga ada sekelumit sekolah yang siswa-siswanya di bawah rata-rata.

Makanya, jangan heran jika ada sebagian sekolah yang dicap oleh masyarakat sebagai sekolah pembuangan, yakni sekolah yang menampung (menerima) siswa yang tidak lulus tes di sekolah yang berstandar tinggi tadi. Sekolah pembuangan ini menjadi tempat pelarian semata.

Begitulah adanya, persaingan sekolah yang semakin ketat mendorong sekolah untuk meningkatkan citranya masing-masing dengan cara-cara yang tidak elegan dengan hanya menerima siswa-siswa yang cerdas. Ini dilakukan agar sekolah dapat dicap sekolah yang berkualitas.

Padahal secara esensial, sekolah seharusnya tidak perlu bangga ketika siswanya memiliki prestasi yang baik karena memang hanya menerima siswa di atas-rata-rata saat tes seleksi masuk. Namun yang sesungguhnya patut dibanggakan adalah ketika sekolah mampu mencerdaskan siswa yang tadinya memiliki kecerdasan jongkok.

Pemerintah melalui Dinas Pendidikan di masing-masing daerah seharusnya mampu melakukan kontrol untuk menanggulangi bencana terhadap cara seleksi yang dilakukan sekolah pada saat penerimaan siswa baru.

Paling tidak, pemerintah harus memetakan sekolah-sekolah mana saja yang harus menerima siswa berkapasitas tinggi maupun rendah.

Jika ingin adil dan menghindari ketimpangan kualitas pendidikan, maka cara yan paling bijak adalah menempatkan siswa jongkok di sekolah-sekolah yang berkualitas dengan indikator guru dan fasilitas yang mumpuni.

Sementara itu, jika memang sekolah tetap ngotot mengadakan tes seleksi penerimaan, maka saat perengkingan nilai hasil tes, sekolah harus menerima siswa yang memiliki kecerdasan rendah, cukup, dan tinggi dengan persentase yang seimbang agar tidak ada ketimpangan dan homogenitas kemampuan siswa.

Dengan cara seperti ini, maka akan tidak ada lagi sekolah-sekolah pembuangan, dan yang paling penting, siswa yang memiliki kecerdasan rendah tidak semakin termarginalkan dan dapat melanjutkan pendidikan. Tak hanya itu, bukankah dengan cara mencampuradukkan siswa kurang cerdas, cerdas, dan sangat cerdas akan memungkinkan peserta didik untuk saling mengisi satu sama lain. Ini juga mendorong peserta didik agar mudah belajar.

Ya memang beginilah seharusnya. Ini sejalan dengan teori ZPD yang diprakarsai oleh pakar psikologi pendidikan, Vigotzky, yang mengatakan bahwa seorang anak akan lebih mudah belajar jika dibimbing oleh siswa lainnya yang lebih cerdas. Salam Restorasi Pendidikan.

Beberapa Kajian Analisis Pengurus Rumah Besar LSM Triga Nusantara Indonesia menyimpulkan,Apabila pendidikan menjadi korup dan menjadi ladang bisnis, hal tersebut dapat mengakibatkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan negara secara keseluruhan. Beberapa bahaya yang mungkin timbul akibat korupsi dalam pendidikan adalah sebagai berikut:

Tingkat Pendidikan Rendah: Korupsi dalam pendidikan dapat mengakibatkan penurunan mutu pendidikan secara keseluruhan. Dana pendidikan yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan fasilitas, kualitas tenaga pengajar, dan pembelajaran menjadi terbatas atau bahkan disalahgunakan. Akibatnya, tingkat pendidikan masyarakat menjadi rendah dan tidak memenuhi standar yang diharapkan.

Ketidaksetaraan Akses Pendidikan: Korupsi dalam pendidikan juga dapat memperburuk kesenjangan akses pendidikan antara kelompok-kelompok sosial ekonomi. Dana yang seharusnya digunakan untuk memberikan bantuan kepada siswa yang membutuhkan bisa saja disalahgunakan, sehingga mereka yang kurang mampu menjadi terpinggirkan dan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan berkualitas.

Korupsi Moral dan Etika: Korupsi dalam pendidikan tidak hanya merugikan secara finansial, tetapi juga mengancam integritas moral dan etika. Ketika pendidikan menjadi ladang bisnis, maka nilai-nilai seperti kejujuran, integritas, dan tanggung jawab dapat terkikis. Guru atau staf pendidikan yang terlibat dalam praktik korupsi dapat memberikan contoh buruk bagi generasi muda dan memperkuat budaya korupsi di masyarakat.

Dampak Ekonomi Jangka Panjang: Korupsi dalam pendidikan dapat memiliki dampak ekonomi jangka panjang yang signifikan. Pendidikan yang berkualitas adalah investasi bagi masa depan suatu negara. Namun, ketika pendidikan menjadi terkikis oleh korupsi, hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia yang berkelanjutan.

Rusaknya Kepercayaan Masyarakat: Korupsi dalam pendidikan juga dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan dan pemerintah secara keseluruhan. Masyarakat akan kehilangan keyakinan bahwa pendidikan merupakan instrumen untuk perubahan sosial yang positif dan merasa bahwa sistem pendidikan hanya menjadi alat untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Mencegah dan memberantas korupsi dalam pendidikan adalah penting untuk memastikan bahwa pendidikan tetap menjadi pangkal tolak kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa.

Tim Kajian Analisis Trinusa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *