Menguak Skandal Aplikasi BEBELI: Proyek Pengadaan UMKM atau Ladang Korupsi?
Dalam sebuah inovasi yang diklaim sebagai terobosan untuk mendukung pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Kabupaten Bekasi, aplikasi BEBELI kini tengah berada dalam sorotan tajam publik. Di bawah pimpinan mantan Pj. Bupati Bekasi, Dani Ramdan, BEBELI diluncurkan dengan tujuan mulia—memfasilitasi transaksi antara pemerintah daerah dan UMKM guna mendukung pertumbuhan ekonomi lokal. Namun, di balik slogan digitalisasi ekonomi tersebut, investigasi terbaru menemukan indikasi kuat penyimpangan anggaran dan potensi korupsi yang melibatkan dana miliaran rupiah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Transaksi Miliaran yang Tidak Transparan
Dalam enam bulan sejak diluncurkan pada akhir 2022, BEBELI mencatatkan transaksi hingga puluhan miliar rupiah. Namun, investigasi menunjukkan bahwa sebagian besar dana yang dianggarkan untuk pembelian produk UMKM oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) melalui aplikasi ini tidak sampai ke tangan pelaku usaha kecil. Alih-alih mendukung UMKM, laporan keuangan yang tidak transparan menimbulkan dugaan bahwa dana tersebut mengalir ke pihak-pihak tertentu, dengan modus markup harga barang dan manipulasi volume transaksi.
Lebih lanjut, sejumlah UMKM yang terdaftar di platform mengaku tidak menerima manfaat yang signifikan dari aplikasi tersebut, meskipun laporan resmi menyebutkan adanya lonjakan omzet bagi pelaku usaha. Temuan awal ini memicu kekhawatiran bahwa BEBELI telah digunakan sebagai sarana untuk menciptakan lahan baru bagi praktek korupsi terstruktur.
Kebijakan ASN yang Dipaksakan dan Manipulasi Anggaran
Salah satu elemen utama dalam skema ini adalah kewajiban ASN dan organisasi perangkat daerah (OPD) untuk melakukan pembelian melalui aplikasi BEBELI. Berdasarkan kebijakan yang diinisiasi oleh Dani Ramdan, ASN diwajibkan mengalokasikan setidaknya 40% dari pengeluaran belanja daerah untuk produk UMKM melalui BEBELI. Namun, investigasi mendalam menemukan bahwa pembelian yang dilakukan oleh ASN seringkali didasarkan pada arahan yang tidak sesuai dengan prinsip pasar bebas, dengan harga produk yang dinaikkan secara signifikan.
Ada pula indikasi bahwa beberapa produk yang dibeli melalui aplikasi ini fiktif atau tidak sesuai dengan standar yang dijanjikan, mengarah pada dugaan bahwa ASN terpaksa membeli barang-barang dengan harga yang tidak realistis demi mencapai target pengeluaran pemerintah yang ditetapkan melalui APBD.
Dokumentasi dan Audit Keuangan yang Bermasalah
Data yang diperoleh dari audit internal pemerintah menunjukkan adanya ketidakcocokan signifikan antara jumlah transaksi yang dilaporkan dengan alokasi anggaran yang sebenarnya. Beberapa transaksi mencurigakan tidak disertai dengan bukti pengiriman barang atau layanan kepada pelaku UMKM, menimbulkan dugaan adanya “transaksi hantu” yang digunakan untuk menggelembungkan jumlah pengeluaran resmi
Lebih jauh lagi, laporan-laporan ini juga menyoroti adanya dugaan konspirasi antara pihak-pihak tertentu di dalam birokrasi pemerintahan Kabupaten Bekasi dan pelaku usaha fiktif, yang bertujuan untuk memanfaatkan program pengadaan publik ini demi keuntungan pribadi.
Reaksi Publik dan Tuntutan Investigasi Independen
Menanggapi temuan ini, berbagai organisasi masyarakat sipil, termasuk LSM Triga Nusantara Indonesia, mendesak adanya penyelidikan independen dan audit menyeluruh terhadap aplikasi BEBELI. Mereka juga menuntut agar pihak berwenang, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera turun tangan untuk menyelidiki aliran dana dalam proyek ini serta memastikan bahwa pelaku penyimpangan diadili sesuai hukum yang berlaku.
Beberapa pelaku UMKM yang seharusnya diuntungkan oleh aplikasi ini justru merasa dirugikan karena produk mereka tidak terjual sesuai harapan, meskipun pemerintah mengklaim bahwa BEBELI telah meningkatkan omzet hingga puluhan miliar rupiah. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik manipulatif yang dilakukan di balik proyek digitalisasi ekonomi ini.
Kesimpulan: Proyek Digitalisasi atau Skema Korupsi Baru?
Meskipun aplikasi BEBELI diluncurkan dengan niat baik sebagai upaya untuk mendukung UMKM lokal, investigasi ini mengungkap bahwa tujuan tersebut tampaknya hanya menjadi tameng bagi praktik-praktik korupsi yang lebih dalam. Dengan dana publik yang dipertaruhkan, penting bagi pihak terkait untuk segera melakukan audit transparan dan memastikan bahwa aplikasi ini benar-benar memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan sekadar menjadi ladang bagi oknum yang ingin memperkaya diri.
Jika dibiarkan tanpa pengawasan ketat, BEBELI bisa saja menjadi contoh nyata bagaimana inovasi digital dapat disalahgunakan untuk korupsi, merugikan masyarakat luas dan terutama pelaku usaha kecil yang seharusnya diuntungkan dari program ini.