https://picasion.com/
Opini  

Lembaga Swadaya Masyarakat, Civil Society, Hingga Good Government, Salah Siapa?

Trinusa.org – Kabupaten Bekasi 31/03/2024| Artikel berikut ini telah berumur hampir 20 tahun (05 Juni 2004), ketika itu saya masih duduk di Aliyah atau SMA sederajat, sehingga  saya tertarik sampai sampai membuat saya terobsesi dalam berorganisasi di Lembaga Swadaya Masyarakat, dan berpindah pindah dan akhirnya saya yakin di Lembaga Swadaya Masyarakat Triga Nusantara Indonesia (LSM – Trinusa) yang sampai sekarang saya terlibat aktif di dalamnya.

Di tulis oleh Syafiq HasyimDeputi Direktur International Center for Islam and Pluralism; Lulusan Universitas Leiden Belanda.

https://picasion.com/

Sepenggal dari Artikelnya seperti berikut ini,Bila pendidikan politik rakyat hanya digantungkan pada pemerintah, hampir bisa dipastikan nasib pendidikan politik rakyat akan telantar. Karena itu, dibutuhkan pihak-pihak di luar pemerintah yang bisa melaksanakan pekerjaan yang tidak bisa dilaksanakan pemerintah. Di sinilah sebenarnya letak peran LSM-LSM yang sering disebut civil society.

Selain mencerminkan kegagalan dalam memaknai demokrasi, kecaman pemerintah terhadap LSM juga menunjukkan, pemerintah kini memiliki kecenderungan untuk merevitalisasi pola lama dalam mengelola negara. Yang dimaksud pola lama adalah pola yang memandang pemerintah satu-satunya lembaga dalam negara yang paling berhak mengelola dan paling sah mewakili negara. Konsekuensinya, peran-peran di luar pemerintahan terutama peran yang mengkritisi kinerja pemerintah, bisa dikatakan sebagai musuh negara.

Pandangan yang menyejajarkan pemerintah dan negara ini amat berbahaya karena kecuali bisa menggiring munculnya otoritarianisme dan absolutisme baru, juga bisa mengaburkan pembagian peran dan kerja pemerintahan terutama fungsi kontrol yang merupakan tuntutan dari sebuah rezim demokrasi.

PEMERINTAH sekarang perlu mengubah pandangan dan definisinya terhadap LSM. Perubahan pandangan ini sebaiknya didasarkan asumsi-asumsi obyektif dan seimbang.

Pertama, LSM maupun pemerintah sama-sama aset bangsa yang ingin membangun negara. Kedua, dalam membangun negara.

Kedua aset itu memiliki cara berbeda-beda, pemerintah berjuang dari dalam sistem, LSM berjuang dari dan di luar sistem (civil society), namun keduanya masih dalam batas kepentingan negara.

Ketiga, dalam kenyataannya, baik pemerintah dan LSM benar-benar menjadi pejuang juga sebaliknya menjadi pecundang. Berdasarkan asumsi-asumsi itu, kedua institusi itu memiliki potensi sederajat untuk menjadi musuh dan sekaligus teman bangsa.

Untuk menuju ke arah perubahan pandangan dan definisi mengenai LSM, pemerintah dan kita semua bisa mulai dari berpikir sederhana, tidak usah terlalu canggih, tentang situasi bangsa selama 33 tahun terakhir. Misalnya dengan menjawab pertanyaan, pihak mana yang selama 32 tahun lebih telah menjual negara dan bangsa? LSM atau pemerintah? LSM memang mendapatkan funding (tak banyak) dari luar negeri untuk program demokratisasi, hak asasi manusia (HAM), dan good governance. Dalam kegiatannya LSM mengkritisi pemerintah karena penyelenggara negara kurang maksimal menegakkan demokrasi, HAM, dan good governance.

Sementara pemerintah telah mengijonkan hampir semua kekayaan bangsa ke pihak asing (utang), namun hasil itu tidak memakmurkan rakyat, tetapi menjadikan pemerintahan yang korup dan otoriter.

Bila ukuran menjual bangsa itu mencari bantuan asing, keduanya sama-sama mencari bantuan asing, hanya bedanya pada produk yang dijual. LSM menjual isu demokratisasi, HAM, dan good governance yang bisa berdampak pada instabilitas pemerintah, sedangkan pemerintah menjual kekayaan negara yang berdampak pada pemiskinan bangsa. Kedua-duanya tidak kita kehendaki.

Pemikiran sederhana ini tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang lebih pecundang dan siapa yang lebih pejuang, tetapi untuk bekal refleksi. Baik LSM maupun pemerintah harus berani mengakui kelemahan dan kelebihan masing- masing. Pemerintah bisa mengatakan baik bila hasil kerja LSM memang baik, sebaliknya mengatakan buruk bila hasil kerja pemerintah memang buruk.

Sebaliknya, LSM bisa mengatakan baik bila hasil kerja pemerintah memang baik dan mengatakan buruk bila hasil kerja LSM memang buruk.

Posisi menjadi pemerintah dan menjadi LSM bukan berarti hasil kerja masing-masing tidak bisa dikritik. Yang diperlukan kini bukan mencari pertentangan LSM-pemerintah, tetapi perdamaian dan saling pengertian antarkeduanya atas dasar prinsip demokrasi, HAM, dan kebangsaan.

 

Ketika kita berhadapan dengan stigma buruk dari banyaknya pemerasan dan hal hal buruk yang di lakukan oleh ulah oknum, seringkali kita sebagai jajaran dari anggota LSMpun ikut terkena dampaknya.

 

Sudahkah anda siap menjadi LSM yang sesungguhnya, dalam membangun peranan serta masyarakat sebagai civil society yang bertanggung jawab atas good government di tanah air yang kita cintai ini? Jika anda siap mulailah bergegas dari tempat tidur nyaman anda.!!!

 

aku hanya tak ingin masa tuaku penuh obrolan tentang keburukan orang lain. aku ingin masa tuaku penuh dengan gagasan – gagasan yang merawat kebaikan.

 

Panji Ilham Haqiqi

Sekertaris Umum LSM Trinusa

https://picasion.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

https://picasion.com/