Trinusa.org – Kabupaten Bekasi – 29/03/2024| Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara soal kemungkinan kerugian negara yang disebabkan oleh dugaan tindak pidana korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk (TINS) tahun 2015 s/d 2022.
Kasus tersebut saat ini menjadi sorotan publik setelah sejumlah nama beken ikut menjadi tersangka dan ditahan Kejagung, termasuk di antaranya crazy rich PIK Helena Lim dan suami dari pesohor RI Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Direktur Penyidik Jampidsus Kuntadi mengatakan, pihaknya masih dalam proses penghitungan kerugian negara bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Mengetahui hal demikian, Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Triga Nusantara Indonesia H. Rahmat Gunasin atau yang biasa di sapa H. Boksu memerintahkahn kepada tim Pengurus Rumah Besar mempunyai program khusus yang menangani masalah minerba di daerah daerah.
Melalui keputusan rapat yang di dasari dengan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertera dalam pasal 33 ayat 3 yang berbunyi. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Triger – Triger di daerah harus mengetahui dari berbagai aspek terutama pada data studi kelayakan perusahaan, yang kedua Laporan kegiatan usaha perusahaan pertambangan, serta yang ketiga, laporan hasil pertambangan, serta di bekali berbagai data dari IUP, WIUP dan Data Perusahaan – Perusahaan yang bertanggung jawab,
“Maka dari itu kami LSM Trinusa akan berinvestigasi lebih dalam terkait tambang di daerah hukum wilayah DPD/DPC masing masing triger.” Ujar Sekertaris Umum Panji Ilham Haqiqi.
Perlu di ketahui bersama sebelumnya terjadi kasus besar terjadi baru baru ini, disebutkan bahwa kerugian ekologis, ekonomi dan pemulihan lingkungan dari korupsi tersebut dari hasil perhitungan ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo mencapai Rp271 triliun. Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014.
Dalam kasus ini, nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis. Pertama, kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun. Kedua, kerugian ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun. Ketiga, kerugian biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.